Pengembangan Modul Fisika Berbasis Sets untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas XI SMK Qomarul Hidayah 1 Tugu Materi Termodinamika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan kejuruan bidang keahlian otomotif adalah
bagian dari sistem pendidikan kejuruan yang mempersiapkan seseorang agar lebih
mampu bekerja pada bidang otomotif. Menurut Undang-Undang No. 20 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Sekolah Menengah
Kejuruan merupakan lembaga yang berpotensi untuk mempersiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dapat diserap oleh dunia kerja, karena materi baik teori dan
praktik yang bersifat aplikatif telah diberikan sejak dini, dengan harapan
lulusan SMK memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada
Februari 2016 sebesar 5,5 persen. Angka ini turun dibandingkan Februari 2015 yang
mencapai 5,81 persen. Artinya, dari 100 angkatan kerja, ada 5-6 orang yang
menganggur. Suryamin mengatakan angka TPT tertinggi berasal dari lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang mencapai 9,84 persen dan lebih dilematis
lagi lulusan SMK yang telah bekerja tidak semuanya bekerja sesuai dengan
jurusan yang ditekuni semasa SMK (m.galamedianews.com, 2016). Melihat dari
fenomena ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi,
diantaranya adalah belum sesuai kompetensi yang diajarkan di SMK dengan apa
yang dibutuhkan di dunia kerja atau belum adanya link and match antara
Sekolah Menengah Kejuruan dengan dunia nyata kerja.
Belum adanya kesesuaian kompetensi dikarenakan
kurikulum yang ada tidak akomodatif terhadap wacana perubahan global dan
tuntutan dunia kerja. Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka
pengangguran di negara Indonesia adalah terlampau banyak tenaga kerja yang
diarahkan ke sektor formal sehingga ketika lulusan SMK kehilangan pekerjaan di
sektor formal, maka lulusan SMK kelabakan dan tidak dapat berusaha untuk
menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal. Pengangguran intelektual ini
tidak lepas dari persoalan dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan
tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga
kerja terdidik dari dalam negeri kalah bersaing dengan tenaga kerja asing.
Fenomena inilah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia di mana para tenaga
kerja yang terdidik banyak yang menganggur walaupun mereka sebenarnya menyandang
gelar.
Penduduk yang relatif banyak di Indonesia membawa
dampak yang tidak baik bagi kehidupan sosial. Kepadatan penduduk ini juga akan
berdampak pada pertambahan jumlah pengangguran. Pendidikan dan keterampilan
yang rendah juga menjadi faktor penyebab menjamurnya para pengangguran. Syarat
seseorang untuk dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan tentunya harus dimodali
dengan pendidikan dan keterampilan yang bagus. Terbatasnya lapangan kerja yang
ada dan laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi menjadikan angka pengangguran
meningkat di Indonesia saat ini. Tentunya permasalahan tersebut akan membawa
dampak yang buruk bagi kestabilan perekonomian Negara.
Dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan antara
lain; (1) timbulnya kemiskinan, (2) makin beragamnya tindak pidana kriminal,
(3) bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak, (4)
terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadi demonstrasi dan
perebutan kekuasan, (5) terganggunya kondisi psikis seseorang. Melihat dari
orientasi, maka pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mengarahkan
peserta didik untuk bekerja pada bidang tertentu (UUSPN, 1989). Pendidikan
Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan
kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu (PP 29 tahun 1990
Pasal 1 ayat 3). Salah satu teori yang terkandung keberadaan pendidikan
kejuruan yaitu dengan pendekatan satu dari tiga stream arah pendidikan, yaitu education
for earning money for life (Charles Prosser), aliran social efficiency ini
mengarahkan para siswa yang ingin mengembangkan karier untuk bekerja setelah
lulus, mempersiapkan siswa untuk bekerja setelah lulus, mempersiapkan siswa
untuk bekerja setelah lulus. Selain itu tiga teori yang mendukung pembelajaran
dalam pendidikan kejuruan menurut pendapat Prosser and Allen (1925), yaitu: (1)
Pendidikan Kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas latihan
dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di
tempat kerja, (2) pendidikan Kejuruan akan efektif jika individu dilatih secara
langsung dan spesifik. (3) Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada
siswa akan terjadi hanya jika pelatihan dan pembelajaran yang diberikan berupa
pekerjaan nyata dan bukan hanya latihan.
Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa terjadi
ketidakadilan antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah
dengan dunia industri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar SMK
memiliki peralatan praktik yang jauh tertinggal dibandingkan dengan peralatan
dan teknologi yang diterapkan dunia industri sehingga ilmu yang dipelajari oleh
siswa SMK hari ini tidak sinkron dengan tuntutan dunia industri. Praktik Kerja
Industri (Prakerin) yang dilaksanakan dalam tiga sampai enam bulan di dunia
industri kadang menjadi sia-sia ketika siswa magang pada perusahaan besar dalam
menerima siswa magang. Hal ini jumlah siswa yang belajar di SMK dengan jumlah
industri yang tersedia tidak seimbang dimana jumlah siswa jauh lebih banyak
dibandingkan dengan kuota yang disediakan untuk siswa magang. Guru sebagai
instruktur yang mengajar mata pelajaran baik produktif maupun afektif juga
mempunyai peran penting dalam jenjang lulusan SMK dengan tuntutan dan kebutuhan
dunia industri. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian besar guru yang mengajar
di SMK mandek (stagnan) dalam keilmuan mutakhir sebagaimana yang diterapkan
oleh dunia industri. Sarana dan prasarana praktik SMK banyak yang sudah
ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang
diterapkan dunia industri. SMK yang kurang atau tidak memiliki fasilitas
praktik, membuat lulusannya tidak terampil.
Kegiatan pembelajaran SMK yang efektif adalah
berbasis kompetensi dan berbasis produksi. Dengan demikian siswa SMK diharapkan
mampu menghasilkan proyek yang berupa produk atau jasa sesuai dengan kompetensi
keahlian yang dipelajari. Unit produksi yang merupakan elemen penting SMK yang
menjadi ciri khusus dan membedakan dengan pendidikan menengah lainnya mempunyai
peran yang strategis dalam memperkenalkan dan memasarkan produk SMK. Departemen
Pendidikan Nasional telah menetapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki SMK.
Kriteria tersebut menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh SMK untuk menjadi sekolah yang dapat menelurkan
lulusan yang siap kerja, yaitu: Masukan (input), yaitu siswa diseleksi
secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat
dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah: (1) prestasi belajar
superior dengan indikator angka rapor dan nilai UN, serta hasil tes prestasi
akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (3) tes
fisik, jika diperlukan. Sarana dan prasarana yang menunjang
untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya,
baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Lingkungan belajar yang kondusif untuk
berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkungan
fisik maupun sosial-psikologi. Guru dan tenaga kependidikan yang
menangani harus unggul baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode
mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Kurikulum dipercaya dengan pengembangan
dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik
yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi. Proses
belajar mengajar harus berkualitas dan hasil dapat dipertanggungjawabkan (accountable)
baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat
Pelajaran Fisika di Sekolah Menegah Kejuruan jurusan
Teknik Mesin banyak diajarkan tentang perencanaan untuk sebuah konstruksi
permesinan, konstruksi, fabrikasi dan otomotif. Pada kegiatan praktikum siswa
diajarkan cara memilih baut, paku, rantai, pasak, material besi baja,
menghitung dan menentukan bantalan, menentukan kekuatan sebuah konstruksi, dan
masih banyak lagi. Di dalam pelajaran fisika SMK jurusan Teknik Mesin, yang
sekaran dikenal dengan nama Kelompok Teknologi dan Industri, sebutan yang
dipakai untuk mata pelajaran fisika adalah materi Termodinamika. Siswa SMK
diberi kegiatan praktik untuk setiap kegiatan pembelajaran. Siswa SMK akan
dilatih untuk membuat konstruksi dari apa yang dipelajari di dalam mata
pelajaran fisika khusus materi Termodinamika. Sehingga pada akhirnya lulusan
SMK akan siapa menghadapi problematik kasus-kasus termodinamika di dalam
kehidupan seharihari di masyarakat atau di dunia kerja. Dalam kehidupan
sehari-hari banyak hal yang dapat diambil sebagai bahan belajar mata pelajaran
fisika materi termodinamika.
Metode pembelajaran yang menggunakan sumber belajar
dari alam sekitar atau dari perilaku hidup sehari-hari akan lebih mudah
ditangkap oleh anak didik/siswa. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Puji
Hartini di SMK 1 Sukoharjo, Wonosobo kelas XI yang terdiri dari 3 kelas. Satu
kelas untuk uji coba skala kecil, dan dua kelas untuk uji coba skala luas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R&D).
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari evaluasi diri tentang soft skills melalui
pretest dan postest serta hasil pengamatan. Data penerapan model pembelajaran
diambil dari skor tingkat keterlaksanaan pembelajaran. Analisis soft skills yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skor yang dipersentasikan sedangkan
normalitas, homogenitas serta uji beda menggunakan SPSS. Hasil analisis
persentase soft skills siswa pada uji coba 1 skala kecil sebesar 31%, uji coba
2 skala kecil sebesar 59%, uji coba 3 skala kecil sebesar 44%, dan uji beda
pada ketiga uji coba perbedaan yang artinya tiap-tiap uji kelas eksperimen
pertumbuhan soft skills siswa melalui pretest dan postest sebesar 38%. Analisis
SPSS data terdistribusi normal dan homogen, uji beda menunjukkan hasil pada
kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol sehingga dikatakan model
pembelajaran melalui kegiatan bengkel otomotif efektif meningkatkan soft
skills siswa SMK.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
penyusunan modul fisika berbasis SETS?
2. Bagaimana
menganalisis kelayakan modul fisika berbasis SETS yang dikembangkan?
3. Bagaimana menguji efektifitas modul berbasis
SETS yang dikembangkan?
0 komentar:
Posting Komentar