Selasa, 06 November 2018

Judul Tesis Pendidikan Sains

Pengembangan Modul Fisika Berbasis Sets untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas XI SMK Qomarul Hidayah 1 Tugu Materi Termodinamika


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan kejuruan bidang keahlian otomotif adalah bagian dari sistem pendidikan kejuruan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada bidang otomotif. Menurut Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga yang berpotensi untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat diserap oleh dunia kerja, karena materi baik teori dan praktik yang bersifat aplikatif telah diberikan sejak dini, dengan harapan lulusan SMK memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2016 sebesar 5,5 persen. Angka ini turun dibandingkan Februari 2015 yang mencapai 5,81 persen. Artinya, dari 100 angkatan kerja, ada 5-6 orang yang menganggur. Suryamin mengatakan angka TPT tertinggi berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang mencapai 9,84 persen dan lebih dilematis lagi lulusan SMK yang telah bekerja tidak semuanya bekerja sesuai dengan jurusan yang ditekuni semasa SMK (m.galamedianews.com, 2016). Melihat dari fenomena ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya adalah belum sesuai kompetensi yang diajarkan di SMK dengan apa yang dibutuhkan di dunia kerja atau belum adanya link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan dunia nyata kerja.
Belum adanya kesesuaian kompetensi dikarenakan kurikulum yang ada tidak akomodatif terhadap wacana perubahan global dan tuntutan dunia kerja. Salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah terlampau banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor formal sehingga ketika lulusan SMK kehilangan pekerjaan di sektor formal, maka lulusan SMK kelabakan dan tidak dapat berusaha untuk menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal. Pengangguran intelektual ini tidak lepas dari persoalan dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik dari dalam negeri kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia di mana para tenaga kerja yang terdidik banyak yang menganggur walaupun mereka sebenarnya menyandang gelar.
Penduduk yang relatif banyak di Indonesia membawa dampak yang tidak baik bagi kehidupan sosial. Kepadatan penduduk ini juga akan berdampak pada pertambahan jumlah pengangguran. Pendidikan dan keterampilan yang rendah juga menjadi faktor penyebab menjamurnya para pengangguran. Syarat seseorang untuk dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan tentunya harus dimodali dengan pendidikan dan keterampilan yang bagus. Terbatasnya lapangan kerja yang ada dan laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi menjadikan angka pengangguran meningkat di Indonesia saat ini. Tentunya permasalahan tersebut akan membawa dampak yang buruk bagi kestabilan perekonomian Negara.
Dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan antara lain; (1) timbulnya kemiskinan, (2) makin beragamnya tindak pidana kriminal, (3) bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen, perdagangan anak, (4) terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadi demonstrasi dan perebutan kekuasan, (5) terganggunya kondisi psikis seseorang. Melihat dari orientasi, maka pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mengarahkan peserta didik untuk bekerja pada bidang tertentu (UUSPN, 1989). Pendidikan Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu (PP 29 tahun 1990 Pasal 1 ayat 3). Salah satu teori yang terkandung keberadaan pendidikan kejuruan yaitu dengan pendekatan satu dari tiga stream arah pendidikan, yaitu education for earning money for life (Charles Prosser), aliran social efficiency ini mengarahkan para siswa yang ingin mengembangkan karier untuk bekerja setelah lulus, mempersiapkan siswa untuk bekerja setelah lulus, mempersiapkan siswa untuk bekerja setelah lulus. Selain itu tiga teori yang mendukung pembelajaran dalam pendidikan kejuruan menurut pendapat Prosser and Allen (1925), yaitu: (1) Pendidikan Kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja, (2) pendidikan Kejuruan akan efektif jika individu dilatih secara langsung dan spesifik. (3) Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa akan terjadi hanya jika pelatihan dan pembelajaran yang diberikan berupa pekerjaan nyata dan bukan hanya latihan.
Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa terjadi ketidakadilan antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah dengan dunia industri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar SMK memiliki peralatan praktik yang jauh tertinggal dibandingkan dengan peralatan dan teknologi yang diterapkan dunia industri sehingga ilmu yang dipelajari oleh siswa SMK hari ini tidak sinkron dengan tuntutan dunia industri. Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang dilaksanakan dalam tiga sampai enam bulan di dunia industri kadang menjadi sia-sia ketika siswa magang pada perusahaan besar dalam menerima siswa magang. Hal ini jumlah siswa yang belajar di SMK dengan jumlah industri yang tersedia tidak seimbang dimana jumlah siswa jauh lebih banyak dibandingkan dengan kuota yang disediakan untuk siswa magang. Guru sebagai instruktur yang mengajar mata pelajaran baik produktif maupun afektif juga mempunyai peran penting dalam jenjang lulusan SMK dengan tuntutan dan kebutuhan dunia industri. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian besar guru yang mengajar di SMK mandek (stagnan) dalam keilmuan mutakhir sebagaimana yang diterapkan oleh dunia industri. Sarana dan prasarana praktik SMK banyak yang sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang diterapkan dunia industri. SMK yang kurang atau tidak memiliki fasilitas praktik, membuat lulusannya tidak terampil.
Kegiatan pembelajaran SMK yang efektif adalah berbasis kompetensi dan berbasis produksi. Dengan demikian siswa SMK diharapkan mampu menghasilkan proyek yang berupa produk atau jasa sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipelajari. Unit produksi yang merupakan elemen penting SMK yang menjadi ciri khusus dan membedakan dengan pendidikan menengah lainnya mempunyai peran yang strategis dalam memperkenalkan dan memasarkan produk SMK. Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki SMK. 
Kriteria tersebut menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh SMK untuk menjadi sekolah yang dapat menelurkan lulusan yang siap kerja, yaitu: Masukan (input), yaitu siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah: (1) prestasi belajar superior dengan indikator angka rapor dan nilai UN, serta hasil tes prestasi akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (3) tes fisik, jika diperlukan. Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkungan fisik maupun sosial-psikologi. Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Kurikulum dipercaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi. Proses belajar mengajar harus berkualitas dan hasil dapat dipertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat
Pelajaran Fisika di Sekolah Menegah Kejuruan jurusan Teknik Mesin banyak diajarkan tentang perencanaan untuk sebuah konstruksi permesinan, konstruksi, fabrikasi dan otomotif. Pada kegiatan praktikum siswa diajarkan cara memilih baut, paku, rantai, pasak, material besi baja, menghitung dan menentukan bantalan, menentukan kekuatan sebuah konstruksi, dan masih banyak lagi. Di dalam pelajaran fisika SMK jurusan Teknik Mesin, yang sekaran dikenal dengan nama Kelompok Teknologi dan Industri, sebutan yang dipakai untuk mata pelajaran fisika adalah materi Termodinamika. Siswa SMK diberi kegiatan praktik untuk setiap kegiatan pembelajaran. Siswa SMK akan dilatih untuk membuat konstruksi dari apa yang dipelajari di dalam mata pelajaran fisika khusus materi Termodinamika. Sehingga pada akhirnya lulusan SMK akan siapa menghadapi problematik kasus-kasus termodinamika di dalam kehidupan seharihari di masyarakat atau di dunia kerja. Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dapat diambil sebagai bahan belajar mata pelajaran fisika materi termodinamika.
Metode pembelajaran yang menggunakan sumber belajar dari alam sekitar atau dari perilaku hidup sehari-hari akan lebih mudah ditangkap oleh anak didik/siswa. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Puji Hartini di SMK 1 Sukoharjo, Wonosobo kelas XI yang terdiri dari 3 kelas. Satu kelas untuk uji coba skala kecil, dan dua kelas untuk uji coba skala luas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Research and Development (R&D). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari evaluasi diri tentang soft skills melalui pretest dan postest serta hasil pengamatan. Data penerapan model pembelajaran diambil dari skor tingkat keterlaksanaan pembelajaran. Analisis soft skills yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor yang dipersentasikan sedangkan normalitas, homogenitas serta uji beda menggunakan SPSS. Hasil analisis persentase soft skills siswa pada uji coba 1 skala kecil sebesar 31%, uji coba 2 skala kecil sebesar 59%, uji coba 3 skala kecil sebesar 44%, dan uji beda pada ketiga uji coba perbedaan yang artinya tiap-tiap uji kelas eksperimen pertumbuhan soft skills siswa melalui pretest dan postest sebesar 38%. Analisis SPSS data terdistribusi normal dan homogen, uji beda menunjukkan hasil pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol sehingga dikatakan model pembelajaran melalui kegiatan bengkel otomotif efektif meningkatkan soft skills siswa SMK.

 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.     Bagaimana penyusunan modul fisika berbasis SETS?
2.     Bagaimana menganalisis kelayakan modul fisika berbasis SETS yang dikembangkan?
3.   Bagaimana menguji efektifitas modul berbasis SETS yang dikembangkan?

0 komentar:

Posting Komentar