BAB
II
BAB II
KAJIAN TEORETIK, KERANGKA
BERPIKIR
DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teoritik
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya,tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.
Makna yang telah diungkapkan mengenai belajar mempunyai kaitan erat dengan hasil belajar yang menjadi tujuan dari kegiatan belajar itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh Hamalik (2001: 155) bahwa hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Hasil belajar ini memiliki arti lain, diungkapkan oleh Sudjana (2009: 22) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan hasil belajar yang dimiliki siswa itu adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.
b. Tujuan Hasil Belajar
Tujuan hasil belajar ini diungkapkan oleh Rinerlis (2011:) dan terdapat dalam pedoman penilaian hasil belajar dan kalender pendidikan di sekolah dasar (2011: 5) keduanya mengungkapkan hal yang serupa, yaitu:
1) Tujuan dan fungsi penilaian hasil belajar
a) Tujuan umum
(1) Menilai pencapaian kompetensi peserta didik,
(2) Memperbaiki proses pembelajaran,
(3) Sebagai bahan penyusun laporan kemajuan belajar siswa.
b) Tujuan khusus
(1) Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa,
(2) Mengdiagnosis kesulitan belajar,
(3) Memberikan umpan balik atau perbaikan proses pembelajaran,
(4) Penentuan kenaikan kelas,
(5) Memotivasi siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk usaha perbaikan.
c) Fungsi penilaian hasil belajar
(1) Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikkan kelas,
(2) Umpan balik dalam perbaikkan proses pembelajaran,
(3) Meningkatkan motivasi belajar siswa,
(4) Evaluasi diri terhadap kinerja siswa.
Tujuan dari hasil belajar itu sendiri yaitu agar setiap siswa dapat mengetahui seberapa jauh mereka dapat menguasai indikator dan kompetensi dari suatu materi sehingga mampu menjadikan motivasi serta alat ukur untuk melanjutkan tahap berikutnya.
c. Prinsip-Prinsip Hasil Belajar
Prinsip-prinsip itu dijelaskan dalam dari hasil belajar itu diungkapkan dalam pedoman penilaian hasil belajar dan Materi Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (2008: 375) bahwa melaksanakan penilaian hasil belajar perlu adanya prinsip-prinsip penilaian yang dapat menjadikan penilaian tersebut objektif, yaitu:
1) Valid/sahih, menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.
2) Objektif, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa tanpa melihat perbedaan latar belakang.
3) Transparansi/terbuka, prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.
4) Adil, merata tanpa melihat latar belakang peserta didik.
5) Terpadu, salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari pembelajaran.
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7) Sistematis, dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8) Akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
9) Beracuan kriteria, didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Sehingga secara garis besar prinsip-prisnsip hasil belajar yaitu objektifitas, kontinuitas dan komfrehensif agar fungsi dari hasil belajar itu sendiri dapat dirasakan dan dapat dipertanggungjawabkan.
d. Jenis-Jenis Hasil Belajar
Jenis-jenis hasil belajar ini diungkapakan oleh Gagne dalam Sanjaya (2008: 163), mengidentifikasi lima jenis hasil belajar sebagai berikut:
1) Belajar keterampilan intelektual (intelektual skill), yakni belajar diskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah.
2) Belajar informasi verbal, adalah melalui simbol-simbol tertentu.
3) Belajar mengatur kegiatan intelektual, yakni belajar mengatur kegiatan intelektual berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan keterampilan intelektual.
4) Belajar sikap, yakni belajar menentukan tindakan tertentu.
5) Belajar keterampilan motorik, yakni belajar melakukan gerakan-gerakan tertentu baik gerakan yang sangat sederhana maupun gerakan yang kompleks.
Pendapat ahli lain yaitu Bloom dalam Sudjana (2009: 22), Bloom dalam Purwanto (2010: 43), dan Purwanto (2010: 84) yang mengungkapkan hal yang sama mengenai jenis hasil belajar dengan mengelompokkan hasil belajar menjadi beberapa ranah, yaitu:
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3) Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.Ada enam macam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, keterampilan konseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah diungkapakan oleh para ahli mengenai hasil belajar Kingsley dalam Sudjana (2009: 22) membagi hasil belajar dalam tiga macam kelompok kecil yakni keterampilan dan kebiasaan; pengetahuan dan pengertian; serta sikap dan cita-cita.
Jenis-jenis hasil belajar yang yang diungkapkan para ahli menjelaskan bahwa manusia memiliki ranah-ranah yang dapat diolah dan dikembangkan sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing manusia.
e. Faktor-Faktor Hasil Belajar
Faktor-faktor hasil belajar ini diungkapkan oleh beberapa ahli Slamento (2003: 54) dan Munadi (2010: 24-35) mengungkapkan pendapat yang sama mengenai faktor hasil belajar bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa.
Hasil dari suatu proses belajar sangat ditentukan oleh tujuan dan cara belajarnya, apabila tujuannya berbeda maka cara belajar juga harus beda. Oleh karena itu, bahwa belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada, faktor-faktor tersebut yaitu:
1) Faktor kegiatan, penggunaan ulangan; siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan seperti melihat, mendengar, dan sebagainya maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan, dan minat.
2) Belajar memerlukan latihan dengan jalan; relearning, recalling, dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai agar lebih mudah dipahami.
3) Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil mendapatkan kepuasan.
4) Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya.
5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara berurutan diasosiasikan, sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.
6) Pengalaman masa lampau dan pengertian-pengertian yang telah dimilki siswa, besar peranannya dalam proses belajar.
7) Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih behasil.
8) Faktor minat dan usaha.
9) Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar. Faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau tidaknya murid yang belajar.
10) Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran dan lebih mudah mengingat-ingatnya.
Faktor-faktor tersebut yang dijelaskan di atas diperkuat oleh pendapat Arikunto (2010: 2) mengatakan bahwa ada hal-hal yang berpengaruh dan menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswa, yaitu: keadaan fisik dan psikis; kapasitas guru yang mendidik dan membimbing siswa; dan sarana pendidikan.
Faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas merupakan indikator penting agar hasil belajar ini mendapatkan hasil maksimal dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap ranah-ranah yang dimiliki setiap siswa untuk selanjutnya dapat dikembangkan oleh setiap siswa.
f. Cara Meningkatkan Hasil Belajar
Cara untuk meningkatkan hasil belajar, yaitu:
1) Menyiapkan fisik dan mental siswa.
2) Meningkatkan konsentrasi
3) Meningkatkan motivasi
4) Menggunakan strategi belajar
5) Belajar sesuai gaya belajar
6) Belajar secara menyeluruh
7) Membiasakan berberbagi
Maka untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa maka harus dapat melibatkan semua unsur dalam proses belajar agar cara yang telah ada dapat dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan yang di miliki siswa untuk menyelesaikan atau mencapai perubahan aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik melalui proses belajar dan pelaksanaan tes evaluasi.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 3 sampai 5 orang yang bersifat heterogen.
Seperti yang dijelaskan oleh Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pemebelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya empat sampai enam orang dengan struktur kelompok heterogen.
Hal ini diperkuat oleh Cooper dalam Sutardi dan Sudirjo (2007: 58) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerjasama belajar keterampilan kolaboratif dan sosial.
Begitu pula dengan Anita (2009: 37) menyatakan hal serupa dengan pernyataan Cooper dalam Sutardi dan Sudirjo (2007: 58) mengenai pembelajaran kooperatif.
Sejalan dengan pernyataan di atas Davidson dan Warsham dalam Isjoni (2009: 27) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar individu maupun pengalaman kelompok.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Taniredja (2011: 54) mengemukakan bahwa cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesame dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dalam prosesnya siswa bekerja sama dalam belajar atau mengerjakan sesuatu sehingga mampu menyelesaikan sesuatu secara berkelompok.
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan Student Team Achievement Divisions (STAD) mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks
Ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode Student Team Achievement Divisions (STAD), yaitu:
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.
b. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya.
c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
d. Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode Student Team Achievement Divisions (STAD).
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
c. Langkah-Langkah Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
Model
pembelajaran kooperatif selain memiliki tipe-tipe, setiap tipe ini juga
memiliki sintaks atau langkah-langkah untuk mempermudah seorang
pengajar mengimplementasikannya dalam proses belajar mengajar. Adapun
langkah-langkah dari model pembelajaran tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) ini menurut beberapa ahli (Sukarti, 2007;
Lusita, 2011; Suyatno, 2009; Muniarsih, 44; Tampubolon, 2011) sebagai berikut:
1)
Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
Guru
menyampaikan materi sebagai pengantar.
3)
Guru
menunjukkan atau memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4)
Guru
menunjukkan atau memanggil siswa secara bergantian untuk memasang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan logis.
5)
Guru
menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan tersebut.
6)
Dari
alasan atau urutan tersebut, guru menanamkan konsep atau materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
7)
Kesimpulan
atau rangkuman.
Terdapat tujuh tahap atau langkah-langkah dari
model pembelajaran Tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD)
yang harus dilakukan apabila menerapkan model ini dalam kegiatan pembelajaran.
d. Kelebihan dan Kekurangan Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)
Setiap model pembelajaran mempunyai
kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan cooperative learning. Cooperative learning mempunyai kelebihan dan kekurangan
sebagai berikut:
1. Kelebihan:
1)
Guru lebih mengetahui
kemampuan masing-masing siswa.
2)
Melatih
berpikir logis dan sistematis.
3)
Membantu
siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan
memberikan kebebasan siswa dalam pratik berpikir.
2. Kekurangan :
1)
Memakan
banyak waktu.
2)
Banyak
siswa yang pasif.
3)
Guru
khawatir akan terjadi kekacauan dikelas.
4)
Banyak
siswa tidak senang apabila disuruh kerjasama dengan yang lain.
a. Dibutuhkan dukungan
fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
Kekurangan dari model ini sudah sepantasnya
tidak menjadi hambatan karena seorang guru harus dapat kreatif dan inovatif
dalam mengembang suatu model pembelajaran.